Ambon – Sikap bungkam Direktorat Kriminal Khusus (Direkrimsus) Polda Maluku yang terkesan sengaja menutupi kasus yang melibatkan, Bos Televisi (TV) Kabel Putri Philipus Chandra Hadi, terhadap barang sitaan yang kemudian digunakan, tanpa mengantongi Ijin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP), Komisi I DPRD Maluku dalam waktu dekat akan mengundang Kapolda Maluku, Irjen Pol, Lotharia Latif.
“Setelah rapat dengan KPID, dan mendengar semua penjelasan, baik soal pengancaman komisioner maupun kasus yang ditangani pihak penyidik yang terkesan bungkam dan tembang pilih, kami Komisi I telah sepakat untuk mengundang Kapolda Maluku, agar bisa mendengar penjelasan resmi terhadap apa yang menjadi keluhuhan KPID,”kata Ketua Komisi I DPRD Maluku, Amir Rumra usai mimpin rapat dengan KPID, Jumat(11/2).
Karena menurut Komisi I, seperti yang dijelaskan Ketua KPID Maluku, Mutiara D.Utama, S.Sos, M.I.Kom, ada sekitar 165 pengusaha TV Kabel di Ambon yang tidak mengantongi IPP, anehnya kanapa cuma Polisi membidik pengusaha TV Kabel Putri, milik Philipus Chandra Hadi dengan 1.400 pelanggang diwilayah Negeri Passo, yang dijadikan sebagai objek bahkan sudah ditetapkan sebagai tersangka, namun sejauh mana kasus ditindak lanjuti, itu merupakan hasil temua Polisi sendiri.
“Ini kan aneh, Polisi yang menemukan, barang bukti juga disita, tapi koq kenapa barang bukti sitaan bisa digunakan untuk melayani 1.400 pelanggang dengan tarif per bulan Rp 50 ribu, tanpa ada IPP dengan hanya bermodal PKS dari Dinas Infokom. Ketua KPID sendiri dijadikan sebagai saksi ahli dalam kasus itu, tapi ketika KPID mempertanyakan perkembangan kasusnya, koq kenapa tidak bisa dijelaskan. KPID sendiri statusnya lembaga pemerintah, bukan lembaga kaleng-kaleng, sehingga kita juga harus menghargai tugas dan tanggungjawab dari KPID,”kesal Rumra.
Olehnya itu, kata Rumra, Komisi telah memutuskan mengundang Polda Maluku, karena ada dugaan ada “tebang pilih” bagi pengusaha Televisi Kabel.
Sebagai komisi yang membidangi hokum, kata Rumra, akan mempertanyakan alasan Polisi, mengijinkan barang sitaan yang kemudia bisa dipakai siaran, karena penggunaan barang sitaan dalam aturan itu harus ada ijin dan apakah itu ada atau tidak, itu nanti akan terjawab setelah Kapolda diundang.
“Seharusnya Polisi dan KPID harus bisa kerjasama, sama-sama lembaga milik Pemerintah. Jadi kalau setiap pengusaha TV kabel harus ada IPP, itu aturan yang bicara bukan KPID yang bicara, mereka ini hanya menjalankan amanat aturan dan undang-undang yang diatur oleh Pemerintah, sehingga setiap pengusaha juga harus bisa pahami itu, “ingatnya.
” Makanya nanti rapat dengan Polda kita akan tanyakan (soal barang bukti yang dipakai siaran). Kita akan tanya sejauh mana proses penanganan kasus tersebut. Pokoknya kita akan tanya semua,”tegasnya.
Sementara dari sisi hokum, salah satu anggota Komisi I DPRD Provinsi Maluku, Edison Sarimanela menjelaskan, barang yang disita ada indikasi tindak pidana hukumnya, dan jika barang sitaan digunakan atau diambil harus, itu harus ada ijin dari pengadilan.
“Soal barang bukti sitaan, dan kalau itu digunakan harus ada ijin dari pengadilan. Apalagi itu hanya dipinjam pakaikan harus ada bukti. Karena tidak bisa dipakai sembarangan. Karena ini nanatinya digunakan Jaksa, sebagai barang dalam pembuktian di Pengadilan,”tegasnya.
Sebagai orang yang memiliki dasar hukum, Sarimanela berharap pihak penyidik Ditrekrimsus Polda Maluku, harus bisa transparan menjelaskan kepada KPID Maluku, kenapa alat bukti itu dipakai untuk siaran, itu karena tugasnya KPID sebagai lembaga pemerintah. Itu karena semua barang bukti sitaan semuanya diatur dalam hukum acara, sehingga jika Polisi mengijinkan untuk digunakan, harus bisa dibuktikan dengan satu surat resmi, dan tidak bisa begitu saja dijinkan untuk digunakan.
Olehnya itu, Politisi Partai Hanura ini kembali mengingatkan agar dalam penegakan hukum apapun, termasuk pengusaha TV kabel terkait dengan IPP, jangan sampai ada tebang pilih terhadap oknum-oknum yang memilliki kepentingan untuk mencari keuntungan dalam kasus itu, sehingga mengkambingkan hitamkan KPID
Seperti yang diberitakan sebelumnya, Ketua KPID Maluku, Mutiara D.Utama, S.Sos, M.I.Kom, dalam rilis singkatnya mengakui, kalau pihaknya sudah empat kali bolak balik ke Direkrimsus untuk mengetahui perkembangan laporan pengaduan KPID Maluku Nomor 95/A.1.KPID Maluku/XII/2021 tanggal 17 Desember 2021 tentang Temuan KPID Maluku atas Barang Sitaan Polisi yang digunakan oleh Tersangka Pemilik TV Kabel Putri untuk menyiarkan dan masih memungut biaya dari pelanggan sampai dengan saat ini.
”Namun hasil yang diperoleh KPID Maluku nihil, sampai dengan siaran pers ini dikeluarkan belum ada informasi apapun, apalagi Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) untuk KPID Maluku dari pihak Polda Maluku,”akui Mutiara.
Anehnya, untuk laporan pengaduan KPID Maluku ke Direktorat Kriminal Umum terkait, kasus ancaman pembunuhan oleh Philipus Chandra Hadi dan Istrinya, itu malah sudah ditindaklanjuti oleh Direktorat Krimum Polda Maluku. Koq kenapa perkara IPP tidak ditindak lanjuti, padahal itu temuan pihak polisi sendiri.
Namun, ingat dia, tim Direkrimsus takut terhadap ancaman kuasa hukum tersangka Philipus Chandra Hadhi, sehingga ada surat pernyataan dalam hal ini tim Krimsus Subidt I menyetujui tersangka Philipus Chandra Hadhi untuk tetap menyiarkan siaran konten dan menarik iuran kepada pelanggan dengan menggunakan barang sitan Polisi.
”KPID Maluku kemudian menanyakan mengapa barang sitaan tetap digunakan atas dasar apa, Kasubid I Kompol M. Agung Gumilar, S.I.K, IPDA Boyke Nanulaitta, SH dan Bripka Kace Fredy Reawaruw tidak mampu menjawab. Mereka hanya beralasan ada SOP.
Kemudian KPID Maluku menanyakan sebenarnya dasar penetapan barang sitaan tetap ada di rumah tersangka Philipus Chandra Hadhi, dijawab dengan memperlihatkan surat yang dikeluarkan oleh Direktorat Kriminal Khusus tentang titip rawat barang sitaan. Ketika KPID Maluku menanyakan apakah barang sitaan bisa digunakan untuk disiarkan dan menarik iuaran dari pelanggan, jawaban ketiganya adalah tidak bisa,”jelasnya.(**)