SAUMLAKI,N25NEWS.id-Kasus pelanggaran undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), terpidana empat tahun penjara, menjadi Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku.
Adapun agenda persidangan pembacaan putusan majelis hakim, namun tersangka tidak hadir, karena tidak tau keberadaannya, sehingga masuk dalam DPO Kejaksaan Tinggi Maluku 2018, padahal proses persidangan terhadap dirinya belum berakhir.
Selain itu,buronan atau DPO, baik dalam status tersangka atau terpidana, perlu dibatasi hak hukumnya di sektor peradilan pidana, karena DPO yang bersangkutan sudah berada dalam posisi yang tidak menghiraukan tertib hukum yang berlaku atasnya, dengan kata lain DPO sudah menihilkan proses hukum, jika ini dibiarkan terus menerus terjadi potensi ini akan berbahaya bagi sistem hukum pidana.
Olehnya sejumlah tanda tanya kepada Kejati Maluku, bayangkan saja saat proses persidangan terhadap Benediktus Sorlury, di Pengadilan Negeri Ambon, belum berakhir, dan tidak menghadiri kala itu dengan pembacaan putusan oleh majelis hakim.
Putusan majelis hakim saat itu yang di Ketuai Esau Yariseteo, didampingi Jeny Tulak, dan Romy Felix Wuisan, selaku hakim anggota, juga sama dengan tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU), Michael Gaspers, bersama Ester Wattimury, selama empat tahun penjara.
Namun,berdasar putusan Pengadilan Negeri Ambon, selaku penasehat hukum terdakwa, menyatakan sikap pikir-pikir dulu, untuk upaya hukum lain.
Diketahui selain dituntut hukuman empat tahun penjara, jaksa meminta juga kepada majelis hakim menghukum terdakwa untuk membayar denda sebesar Rp. 1 Miliar, subsider enam bulan kurungan.
Kaburnya Benediktus Sorlury, menjadi pertanyaan kepada Kejaksaan Tinggi Maluku, “masi adakah hukum ? hukum siapa ? semoga permasalahan tersebut tidak menjadikan Kejati Maluku sebagai pembiaran yang menimbulkan sejumlah spekulasi dimata publik.
Reporter : JIAS