Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia Unpatti,Gelar Mimbar Bebas Untuk Solidaritas Masyarakat Marafenfen

by
by

AMBON,N25NEWS.id-Perjuangan masyarakat adat Marafenfen,Kecamatan Aru Selatan,Kabupaten Kepulauan Aru,untuk menuntut hak atas wilayah adat mereka,yang diserobot secara sepihak oleh pihak TNI AL,mendapat simpati dari berbagai pihak.

Salah satu dukungan tersebut datang dari mahasiswa pada program studi bahasa dan sastra Indonesia,Universitas Pattimura Ambon,yang menggelar aksi solidaritas untuk mendukung masyarakat Marafenfen.Dimana,aksi yang dilakukan di kampus FKIP,sejumlah mahasiswa memberikan dukungan dalam bentuk,pidato,puisi dan lagu.

Ketua program studi bahasa dan sastra Indonesia,Heppy Leunard Lelapary,S.pd,M.pd,mengatakan,penyerobotan tanah adat milik masyarakat adat desa Marafefen sangat tidak masuk akal,dimana pihak TNI AL mengklaim telah mengajukan sejumlah dokumen yang dilengkapi dengan nama-nama warga desa Marafenfen yang sudah mendukung pembangunan bandara.Namun,berdasarkan data tersebut terdapat sejumlah kejanggalan.

“Kasus di Marafenfen ini adalah reaksi emosional kita,sebab tergusurnya Marafenfen itu berarti tergusur pula komunitas bahasa daerah di Marafenfen,”ungkap Lelapary kepada wartawan di kampus FKIP Ambon,Senin (22/11/2021).

Menurutnya,hal-hal khusus yang melatarbelakangi pihaknya secara emosional merasa terpanggil untuk memback up perjuangan masyarakat Marafenfen.

Alasannya,sederhana,karena berbagai wacana yang mereka tampilkan adalah untuk perjuangan dan ini sudah pada klimaksnya,dimana masyarakat melayangkan gugatan yang didaftarkan dalam perkara nomor 7/Pdt.G/2021/PN Dob tertanggal 31 Maret 2021,menggugat TNI AL,Gubernur Maluku dan BPN,atas objek sengketa berupa tanah seluas 689 hektar.

Selain itu,kata Lelapary kasus di Marafenfen merupakan musibah besar masyarakat adat desa Marafenfen.Olehnya,mahasiswa khususnya Prodi Bahasa dan Sastra yang mempunyai ikatan emosional dengan alumni mereka di Aru menggagas ide untuk menggelar Mimbar Bebas,tentunya dengan cara dan kreativitas Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia.

“Kita tampil selain menyuarakan aspirasi lewat atraksi-aktrasi sastra lainnya untuk menginstruksi pemerintah, pengadilan,TNI AL untuk sejenak menengok nasib masyarakat adat Marafenfen.Bahwa mereka sudah ratusan tahun hidup dalam alam mereka dan hari ini,tindakan ini akan mencerabut mereka dari akar budaya mereka,dari alam mereka sebagai masyarakat Aru,”ujarnya.

“Dan bagi saya ini harus butuh dukungan pihak,nah kampus sebagai komunitas intelektual bertanggung jawab sebenarnya untuk menyuarakan ini,”ucapnya.

Lebih jauh,Lelapary menambahkan, kasus diatas tentu menggugah semua pihak untuk beraksi.Oleh karena itu,dirinya mengajak komponen Unpatti,dalam hal ini Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Fakultas Hukum turut berpartisipasi.Selain itu, komponen lainnya seperti beberapa rekan-rekan di Sisiologi FISIP Unpatti bisa mengambil peran melakukam tindakan-tindakan pendampingan untuk masyarakat Aru.

“Dari aspek sosiologi atau pun di FKIP misalnya ada taman-teman psikologi saat ini mereka butuh pendampingan sebenarnya dan cara yang kita buat dengan potensi keilmuan kita miliki yang ada pada prodi Bahasa dan Sastra Indonesia,kami coba menyentuh pemerintah dan pihak-pihak sementara ini berjibaku dengan masyarakat adat di kepulauan Aru,terkait dengan perampasan hak adat di Marafenfen.

Dijelaskan Lelapary pula,pihaknya juga telah berkoordinasi dengan beberapa rekan-rekan yang sudah berjuang disana dan informasi yang pihaknya dapat,hakim ketika memutuskan tidak memperhatikan unsur menimbang,saksi ahli kemudian fakta-fakta hukum yang lain di kedepankan di pusat pengadilan.

“Saya kira ini tidak adil dalam melahirkan sebuah putusan hukum dan tidak memperhatikan unsur-unsur sebagai bukti hukum di proses pengadilan itu.Karena itu, dalam tanggung jawab moral,inilah langkah awal kami sebagai kampus,kita ambil langkah-langkah awal kedepan dalam hitungan hari kita akan ketemu dengan DPRD dan yang akan kami buat yakni dengan menyurat secara resmi langsung ke Presiden lewat kantor staf kepreaidenan di Jakarta,”tegas Lelapary.

Adapun,pihaknya tersus berkoordinasi dengan masyarakat Aru,guna menambah bukti-bukti dan fakta-fakta terkait kasus Marafenfen.Walapun dikauinya,prosenya sudah pada tahap pengadilan,namun dia berharap ada upaya banding maupun kasasi untuk memperjuangkan kasus diatas sehingga,kenapa hari ini aksi-aksi demonstrasi masih dilakukan di Dobo karena mereka masih melihat itu sebagai peluang.

“Untuk itu,saya kira perjuangan ini belum berakhir dan kita bersama-sama akan mengawal proses ini sampai dengan mendapat kejelasan,keberpihakan kepada keadilan,kebenaran milik masyarakat Marafenfen,”pungkas Lelapary.

Sementara itu,pada kesempatan yang sama,Kurnian Rumuar mewakili peserta aksi Mimbar Bebas mengatakan,kegiatan yang melatarbelakangi mahasiswa program studi bahasa dan sastra Indonesia ini melakukan aksi solidaritas karena keresahan masyarakat di pulau Aru,terkhusus Marafenfen.

“Kita tau di desa Marafenfen ada satu komunitas besar dimana masyarakat yang awalnya mempunyai hak kepemilikan adat,namun dirampas oleh orang-orang yang mempunyai kepentingan,”ujarnya.

Menurutnya,sebagai mahasiswa dia melihat persoalan di Marafenfen sangat kompleks,olehnya,dia dan seluruh mahasiswa khususnya Prodi Bahasa dan Sastra Indonesia menjadikan suatu aksi,yang mana hal diatas merupakan rasa keterpanggilan mahasiswa untuk menyuarkannya.

Karena itu,selaku mahasiswa,dirinya dan teman-teman akan terus memperjuangkan kepentingan masyarakat Marafenfen.Pihaknya,tidak ingin kehidupan yang damai dengan alam yang menyediakan pekerjaan selaku petani digusur oleh hantu pemerintah,tanpa melihat tanah itu adalah tanah bertuan.

“Oleh,kami merasa resah dengan segala bentuk keresahan masyarakat disana yang sering melakukan aksi demontrasi penolakan terhadap tanah adat mereka,itulah yang menjadi latar belakang kami melakukan Mimbar Bebas ini,”tandas mahasiswa asal SBT ini.

Reporter  : Aris Wuarbanaran

Editor      : Redaksi

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *