AMBON,N25NEWS.id -Diduga tidak memiliki integritas dan professional dalam penegakan hukum, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Maluku, Undang Mugopal dilaporkan ke Kejaksaan Agung (Kejagung).
Kejati dilaporkan korban, Habiba Yapono yang merupakan istri terduga dari Kadis Perumahan dan Kawasan Pemukimen Rakyat (PKPR) Kabupaten Kepulauan Aru, Umar Rully Londjo dalam kasus tindak pidana, Perzinaan dan nikah tanpa ijin.
“Laporan saya ke Kejagung, berkaitan dengan adanya intervensi dari Kajati Maluku terhadap kasus perkara saya dengan suami saya yang pejabat Kadis PKPR Kabupaten Kepulauan Aru, Jadi ini adalah kasus ke tiga yang saya laporkan ke Polda Maluku dua tahun lalu dan baru bergulir ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Ambon, setelah dua tahun ini,”ungkap korban Yapono kepada awak media, Minggu(17/4).
Sebagai korban kata Yapono, sangat sesalkan langkah intervensi yang dilakukan Kejati Maluku yang secara langsung turun tangan mengamankan Umar Rully Londjo yang notabene sudah ditetapkan sebagai terdakwa dalam perkara yang sudah bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Ambon.
Bukan hanya Kejati, istri korban juga melaporkan beberapa Jaksa yang menangani perkara terdakwa yang diduga menerima suap.
“Suami saya ini kan sudah ditetapkan sebagai terdakwa, karena melanggar UU hukum pidana yakni pasal, perzinaan dan nikah tanpa ijin yang proses persidangannya sedang berlangsung di PN Ambon dan Rabu besok, sudah masuk dalam tahap tuntutan hakim,”terangnya.
Ia mengakui, kalau tudingan adanya intervensi Kejati setelah mendapat informasi dan langsung kroscek lapangan ternyata adanya intervensi itu betul, bahkan Kejati malah menuding dirinya kalau ada memberika uang kepada salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU), namun itu dibantah korban kalau semuanya tidak benar.
“Demi Allah semuanya itu tidak benar dan saya juga bawa Al Quran, kalau saya tidak pernah memberikan uang, karena sebagai korban buat apa saya memberikan uang kepada JPU yang jelas-jelas telah dibayar oleh Negara, Jaksa itu pengecara yang dibayar Negara untuk berdiri bersama membela korban, jadi ngapai saya harus membayar mereka,”ujarnya.
Namun pada akhirnya setelah dilakukan konfrimasi dengan JPU tersebut dan ternyata semuanya tidak benar.
Olehnya itu, korban sangat sunggug sesali bahwa Kejaksaan itu merupakan satu institusi negara dalam penegakan hukum, selain kepolisian dan PN yang seharusnya memberikan pembelajaran yang benar-benar sesuai dengan aturan yang berlaku, tidak memandang bulu.
“Saya sungguh yakin, karena suami saya seorang pejabat, kalau dia bukan pejabat tidak mungkin seperti ini. Jadi ini sebenarnya juga sangat ironis adanya gerakan dari bapak Kejagung sendiri dan kalau kita melihat bapak Kejagung sering menggembar-gembor tentang integeritas dan profesionalitas serta keadilan bagi seorang Jaksa dalam bekerja, tapi kenyataannya kasus saya yang sepele ini saja, koq bisa sampai diintervensi Kejati, ini kan aneh ada apa sebenarnya dibalik itu semua,”tegasnya lagi.
Sebagai orang hukum lanjut korban, bisa-bisanya kasus yang kalau dibilang tidak ada artiny, tapi koq bisa diintervensi langsung oleh Kejati, dengan kata lain Kejati ada kepentingan apa dibalik intervensi kasus pidana, perzinaan dan nikah tanpa ijin atau kasus rumah tangga yang diatur dalam UU hukum pidana.
Tidak terima adanya intervensi, Kejati langsung dilaporkan ke Kajagung dan suratnya laporan telah diterima Kejagung Senin(11/4) kemarin.
”Jadi saya laporkan Kejadi dengan beberapa oknum Jaksa, kalau sebenarnya kasus saya laporkan ada tiga yakni, nikah tanpa ijin, KDRT fisik dan penelantaran istri, semuanya sudah diproses tapi sikap dan profesionalisme Jaksa dari awal sudah terkensan masuk angin,”herannya.
Kajati dilaporakan lantaran mengintervensi kasus nikah tanpa ijin, sedangkan oknum Jaksa lainnya dilaporkan lantaran pernah meminta sejumlah uang dari korban dalam kasus IT yang pernah dilaporkan terdakwa yang juga suami korban. (**)