Jakarta-Sejarah Paskah memiliki hal positif, yakni teladan dan nilai-nilai kehidupan yang harus dipetik dari kisah Paskah yang pada hari ini dirayakan oleh umat Kristiani di Indonesia dan seluruh dunia.
Hal tersebut dikatakan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri dalam siaran pers,Minggu (17/4/2022).
Lebih lanjut menurutnya,kisah paskah tak hanya bagi umat nasrani, melainkan juga bagi seluruh umat manusia. Salah satu pelajaran yang masih relevan hingga saat ini, yakni betapa berbahayanya korupsi dan suap.
“Melalui buku dan cerita kisah Paskah dari beberapa sahabat yang nasrani, dapat saya simpulkan bahwasanya peristiwa Paskah memiliki terkaitan yang sangat erat dengan nilai-nilai pemberantasan korupsi,”ujar Firli Bahuri.
Dituturkan Firli, dalam kisah Paskah disebutkan murid Yesus bernama Judas Iskariot menerima suap 30 keping uang perak dari imam-imam kepala untuk menyerahkan Yesus agar didakwa bersalah karena menghujat Tuhan.
Yesus pun dijatuhi hukuman mati dengan cara di salib seperti lazimnya hukuman bagi seorang penjahat kala itu. Namun, Yesus kemudian bangkit dan dianggap sebagai obat penyembuh bagi jiwa tersakiti oleh umat nasrani.
“Dari peristiwa ini, sangat lugas menunjukkan betapa berbahayanya suap, salah satu praktik korupsi yang dampak destruktifnya bukan hanya merugikan keuangan dan perekonomian semata, namun juga dapat menghancurkan bahkan menghilangkan nyawa manusia dan sebuah negara,” terangnya.
Mantan Kapolda Sumatera Selatan (Sumsel) ini menuturkan, hanya dengan suap 30 koin perak yang saat ini setara sekitar 19,2 dolar AS atau jika dirupiahkan sekitar Rp 250 ribu, seorang murid tega mengkhianati gurunya hingga meregang nyawa.
Meski berbahaya, kejahatan korupsi serupa masih terjadi hingga saat ini. Bahkan, suap menjadi jenis tindak pidana korupsi yang paling disukai para koruptor diseluruh dunia, termasuk Indonesia.
“Berdasarkan data penanganan korupsi yang telah KPK lakukan sepanjang 2004 hingga 2021, suap merupakan kasus yang paling banyak kami tangani yakni 761 kasus,” ungkapnya.
Dalam berbagai kesempatan, Firli kerap menyampaikan faktor utama penyebab korupsi menurut teori Jack Bologne, yakni greed atau keserakahan, opportunity atau kesempatan, need atau kebutuhan, dan exposure atau pengungkapan.
Faktor lainnya yang menyebabkan seseorang melakukan tindak pidana korupsi, karena minimnya moral, etik dan integritas, serta buruk atau lemahnya sistem sehingga dapat membuka celah bagi kejahatan korupsi.
Untuk mengantisipasi terjadinya faktor-faktor tersebut, KPK tengah menjalankan strategi trisula pemberantasan korupsi yang merupakan core business komisi antirasuah.
Yakni, pendekatan pendidikan masyarakat, pendekatan pencegahan melalui perbaikan sistem, dan pendekatan penindakan secara tegas dan profesional.
Menurutnya, KPK menyadari pemberantasan korupsi bukan hanya operasi tangkap tangan (OTT), walau pun itu perlu dan penting. Namun, selain penindakan, pencegahan korupsi dengan perbaikan sistem juga tidak kalah pentingnya.
Tak hanya itu, pencegahan korupsi, membangun budaya antikorupsi melalui pendidikan masyarakat itu juga bersifat fundamental.
“Kami menamainya sebagai orkestrasi pemberantasan korupsi yaitu langkah efektif dan komprehensif pemberantasan korupsi,” beber Firli.