SAUMLAKI,N25NEWS.id-
Tingginya angka kasus anak dibawah umur di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, harus menjadi perhatian Pemerintah Daerah, aparat penegak hukum,Polisi, Kejaksaan, serta Pengadilan.Pasalnya,terhitung 2020 hingga 2021, kasus perlindungan terhadap anak semakin naik.
Hal tersebut dikatakan Plh Ketua Pengadilan Negeri (PN) Saumlaki Sahriman Jayadi,SH.MH,kepada N25NEWS.id,saat ditemui di ruang kerjanya,Sabtu (16/10/2021).
Lebih lanjut menurutnya,dalam proses penegakan hukum, acapkali anak korban tindak pidana tidak mendapatkan pemulihan.Negara lebih fokus pada upaya memenjarakan pelaku kekerasan seksual ke jeruji besi dan menjadi pesakitan,namun itu tidak menjadikan efek jera, tetapi sebaliknya semakin menjadi kasus kekerasan terhadap anak selalu saja terjadi.
Selain itu, tindak pidana kekerasan seksual yang dialami anak-anak mungkin sulit hilang dalam sekejap. Kekerasan seksual meninggalkan trauma piskis yang sangat panjang dan terkadang juga luka fisik dan medis.
“Ini menjadikan kita untuk lebih memperhatikan dan fokus terhadap anak-anak masa depan Bangsa ini, khusus Kepulauan Tanimbar,”kata Sahriman yang juga adalah Humas PN Saumlaki ini.
Adapun,pantauan media terhadap kasus tindak pidana terhadap anak yang terjadi di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, sangat meningkat dan ini harus menjadi perhatian khusus.Kerena,selama ini apabila terjadi tindak pidana terhadap anak, pihak korban tidak hanya menanggung sendiri kerugian materil (yang dapat dihitung) dan kerugian immateriil (yang tidak dapat dihitung) antara lain kerugian berupa rasa malu, kehilangan harga diri, rendah diri, dan atau kecemasan berlebihan yang bersifat traumatik.
Kerugian ini seharusnya juga ditanggung oleh pelaku dalam bentuk Restitusi, sebagai bentuk ganti rugi atas penderitaan yang dialami anak, yang menjadi korban tindak pidana maupun pihak korban.
Restitusi merupakan ganti kerugian yang diberikan kepada korban atau keluarganya, oleh pelaku atau pihak ketiga, dapat berupa pengembalian harta milik, pembayaran ganti kerugian untuk kehilangan atau penderitaan, atau pergantian biaya untuk tindakan tertentu.
Siapakah yang berhak untuk mengajukan, atau memohonkan kepada pihak Pengadilan dalam pemeriksaan kasus anak dipersidangan ? agar Restitusi ini dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan dalam menjatuhkan vonis.
Restitusi, sebagaimna dimaksut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017, tentang pelaksanaan Restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak Pidana disahkan Presiden Joko Widodo pada 16 Oktober 2017 dan diundangkan dalam lembaran negara Republik Indonesia, Tahun 2017 Nomor 219 pada Oktober 2017. Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 43 Tahun 2017 tentang pelaksanaan Restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak Pidana ditampilkan dalam tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia, Nomor 6131 dengan kata kunci, Sosial Anak, Korban Tindak Pidana, dan Restitusi.
Dasar Peraturan Pemerintah inilah, seharusnya dalam permasalahan terkait dengan anak dibawah umur, Kejaksaan bisa mengambil keputusan untuk memasukan tuntutan Restitusi dalam rekusitor kasus kekerasan seksual dan perdagangan orang, disitulah akan menjadi pertimbangan dalam persidangan pada pengadilan. Jaksa mengajukan Restitusi untuk biaya kehidupan social, bantuan pendidikan anak, dan perawatan medis, serta perawatan psikologis korban.
Permohonan Restitusi yang diajukan oleh Jaksa, bukan tanpa dasar, namun berdasarkan PP,No. 43 Tahun 2017, sebagaimna disebutkan diatas.
“Jadi untuk dan demi anak-anak kita, pidana penjara bagi pelaku kekerasan terhadap anak, tidak membuat jera, malah semakin menambah deretan kasus anak terjadi,”ujarnya.
Dengan demikian, pelaksanaan Restitusi bagi anak yang menjadi korban tindak pidana,Restitusi adalah pembayaran ganti kerugian yang dibebankan kepada pelaku berdasarkan putusan Pengadilan yang berkekuatan hukum tetap atas kerugian materil dan, atau ahli warisnya.
Restitusi merupakan upaya pengembalian hak-hak korban yang hilang akibat dari terjadinya kejahatan yang mesti dipulihkan.
Dia juga sangat menyayangkan menyangkut kasus terhadap anak dibawah umur, yang mulai tahun 2020, hingga 2021, mengungguli kasus tindak pidana lainnya.
“Kami sangat prihatin dan kami di Pengadilan, hanya bisa menerima setiap kasus anak yang dilimpahkan dan melaksanakan tugas kami untuk menyediakan serta memberikan hukuman dalam hal ini putusan vonis,namun vonis yang ada juga tidak memberikan efek jera.Faktanya,masih saja bertambah,”tandasnya.
Reporter : JM