Ambon – Pernyataan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas yang membandingkan aturan pengeras suara masjid dengan gonggongan anjing menuai sorotan publik.
Plt. Kepala Kantor Wilayah Kementerian Agama Provinsi Maluku, H. Yamin, S.Ag, M.Pd, dalam rilisnua mengatakan, pernyataan Menag tak memiliki niat membandingkan suara azan yang bersumber dari pengeras suara masjid dengan jenis suara hewan mamalia apapun.
Karena pada prinsipnya penggunaan pengeras suara di masjid dan musala saat ini merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam ditengah masyarakat Indonesia yang beragam.
” Saya meminta masyarakat Maluku harus memahami pandangan Menag dengan hati kondisi kehidupan masyarakat di Indonesia yang hidup , baik agama, keyakinan, latar belakang, dan lainnya, sehingga diperlukan upaya untuk merawat nilai persaudaraan, kebersamaan untuk saling menghargai dan menghormati. Sekali lagi perlu kami tegaskan bahwa Menteri Agama tidak berniat, menyamakan suara adzan. Menag hanya memberi ilustrasi yang dengan ini perlu di pahami oleh seluruh masyarakat muslim Indonesia, ” Ujar Yamin.
Menurutnya, apa yang disampaikan Menag hanya semata-mata memberikan pecerahan yang baik demi menjaga ketentraman dalam lingkungan kehidupan masyarakat, dengan gaya bahasa dan ilustrasi yang cukup sedehana.
Dengan kata lain, jika dalam kondisi pemukiman padat penduduk dan jika terdengar suara gogongan anjing, suara truk atau kenalpot resing dari kenderaan bermotor yang tentu itu dapat menganggangu pendengaran.
“Ini adalah contoh ilustrasi yang sangat senderana dan mudah dipahami, sekali lagi Menag tidak membandingkan tapi memberikan contoh agar mudah dipahami,”ujarnya.
Karena menurutnya, pemerintah melalui Kementerian Agama RI pada tanggal 18 Februari mengeluarkan Surat Edaran No 5 Tahun 2022 Tentang Pedoman Pengunaan Pengeras Suara Di Masjid dan Musala. Surat Edaran dijadikan sebagai pedoman penggunaan pengeras suara di masjid dan musala dengan tujuan untuk mewujudkan ketenteraman, ketertiban, dan kenyamanan bersama.
Edaran itu lanjut, Yamin, menjelaskan surat edaran ini tercantum ketentuan teknis penggunaan pengeras suara, secara umum, pengeras suara dibagi menjadi dua, pengeras suara kedalam merupakan perangkat suara yang tujuannya terdengar hanya dalam masjid, sementara untuk pengeras suara keluar, tujuan suara dari sumber diarahkan ke luar lingkungan masjid.
Yang manaa ketentuan pemasangan dan pengunaan pengeras suara, teknis pemasangan dan pengunaan pengeras suara dipisahkan menjadi dua, baik jalur suara kedalam maupun jalur untuk suara keluar masjid atau musala.
Namun hal itu tetap dengan memperhatikan akuistik, agar terdengar baik, dan volume suara disesuaikan dengan kebutuhan dengan 100 dB (seratus desibel)
” Saya rasa ini demi kebaikan dan menjaga harmonisasi ditengah keberagaman masyarakat dan penggunaan pengeras suara di masjid dan musala saat ini merupakan kebutuhan bagi umat Islam sebagai salah satu media syiar Islam ditengah masyarakat Indonesia yang beragam, ini perlu dipahami. tidak mungkin bermaksud menyamakan kedudukan adzan dgn suara anjing.(**)